Home » SEJARAH KABUPATEN PIDIE JAYA

SEJARAH KABUPATEN PIDIE JAYA

polda aceh

Luas Wilayah dan Data Penduduk

Luas Wilayah dan Data Penduduk

IBU KOTA : MEUREUDU
LUAS WILAYAH : 1.073,60 KM2
JUMLAH PENDUDUK : 139.779 JIWA
KEPADATAN PENDUDUK : 131 JIWA / KM2
WILAYAH ADMINISTRATIF :
KECAMATAN : 8
MUKIM : 34
DESA / KELURAHAN : 222

Kabupaten Pidie Jaya hasil pemekaran dari Kabupaten Pidie. Pada tanggal 02 Januari 2007 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007, Kabupaten Pidie Jaya di bentuk dengan Ibu Kota Meureudu yang berjarak 130 km dari kota Banda Aceh. Jarak ini dapat di tempuh dalam waktu lebih kurang 3 jam dengan menggunakan transportasi umum.

Di kabupaten ini, Kecamatan Bandar Baru memiliki luas paling besar dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Sebaliknya, Jangka Buya merupakan kecamatan yang memiliki luas paling sedikit (15,50 km2). Penduduk Pidie Jaya menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Aceh, mayoritas beragama islam. Untuk prasarana kesehatan, kabupaten ini memiliki Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiara Beureunun dengan Tipe C dan 15 km dari Kota Meureudu terdapat RSU Sigli dengan type yang sama.

Dilihat dari aspek topografi dan klimatologi, Kabupaten Pidie Jaya sangat cocok untuk budidaya sejumlah komoditas pertanian seperti padi, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan pisang dengan potensi lahan siap garap 39,466 Ha. Pada sektor tambak udang, khususnya udag windu tiger, kabupaten ini pun menjanjikan hasil panen dengan tujuan ekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Singapura, Belanda, Inggris dan Belgia. Pidie Jaya pun memiliki potensi energi Geothermal dan sumber daya mineral Non Logam seperti Batu Gamping, Batu Sabak, Pospat, Pasir dan Batu (Sirtu).

Negeri Meureudu sudah terbentuk dan diakui sejak zaman kerajaan aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa (1607 – 1636), penduduk Meureudu dibebaskan dari banyak beban maupun ragam kewajiban terhadap kerajaan. Negeri Meureudu hanya punya satu kewajiban istimewa, yakni menyediakan bahan makanan pokok dalam hal ini beras karena Negeri Meureudu saat itu merupakan lumbung beras utama kerajaan.

Ketika Sultan Iskandar Muda hendak melakukan penyerangan (ekspansi) ke Semenanjung Melayu, Sultan mengangkat malem dagang dari Negeri Meureudu sebagai panglima perang. Bersamanya diangkat pula Teungku Japakeh, juga putra Meureudu, sebagai penasihat perang.